Jumat, 11 Mei 2012


UNDANG-UNDANG  REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN

UU Ketenagakerjaan disahkan DPR RI pada 26 Februari 2003. Sebelumnya UU ini bernama RUU Pembinaan dan Perlindungan Ketenagakerjaan. Dengan disahkannya UU ini sekitar 13 peraturan ketenagakerjaan dicabut, termasuk UU No. 25 1997 tentang Ketenagakerjaan dan Kepmenaker No. 150/2000 tentang Pesangon. UU ini menunggu proses administratif (penomoran UU oleh Presiden RI). Oleh karena itu, UU Ketenagakerjaan yang dimuat ini belum ada nomornya. Redaksi menyajikan UU ini dengan segala perkembangan yang terjadi.
  1. Bab I : KETENTUAN UMUM
  2. Bab II : LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
  3. Bab III : KESEMPATAN DAN PERLAKUAN YANG SAMA
  4. Bab IV : PERENCANAAN TENAGA KERJA DAN INFORMASI KETENAGAKERJAAN
  5. Bab V : PELATIHAN KERJA
  6. Bab VI : PENEMPATAN TENAGA KERJA
  7. Bab VII : PERLUASAN KESEMPATAN KERJA
  8. Bab VIII : PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING
  9. Bab IX : HUBUNGAN KERJA
  10. Bab X : PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN
  11. Bab XI : HUBUNGAN INDUSTRIAL
  12. Bab XII : PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
  13. Bab XIII : PEMBINAAN
  14. Bab XIV : PENGAWASAN
  15. Bab XV : PENYIDIKAN
  16. Bab XVI : KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
  17. Bab XVII : KETENTUAN PERALIHAN
  18. Bab XVIII : KETENTUAN PENUTUP

PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan;
c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan;
d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha;
e. bahwa beberapa undang-undang di bidang ketenagakerjaan dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan pembangunan ketenagakerjaan, oleh karena itu perlu dicabut dan/atau ditarik kembali;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e perlu membentuk Undang-undang tentang Ketenagakerjaan.
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan persetujuan bersama antara DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
MENETAPKAN UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGAKERJAAN

Pasal 69 (Anak)
  1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.
  2. Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
  1. izin tertulis dari orang tua atau wali;
  2. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
  3. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
  4. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
  5. keselamatan dan kesehatan kerja;
  6. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
  7. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  1. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, b, f dan g dikecualikan bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya.

Pasal 70
  1. Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang.
  2. Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berumur 14 (empat belas) tahun.
  3. Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat:
  1. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan
  2. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Pasal 71
  1. Anak dapat melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.
  2. Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi syarat:
  1. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
  2. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
  3. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.
  1. Ketentuan mengenai anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 72
Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.

Pasal 73
Anak dianggap bekerja bilamana berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Pasal 74
  1. Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.
  2. Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;
  2. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
  3. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau
  4. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.

  1. Jenis-jenis pekerjaaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 75
  1. Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja.
  2. Upaya penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 76 (Perempuan)
  1. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 s.d. 07.00.
  2. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00.
  3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00 wajib:
  1. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
  2. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
  1. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 05.00.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 77 (Waktu Kerja)
  1. Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
  2. Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
  2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
  1. Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
  2. Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 78
  1. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
  1. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
  2. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
  1. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
  2. Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.
  3. Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 79
  1. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
  2. Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
  1. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
  2. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
  3. cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan
  4. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
  1. Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
  2. Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.
  3. Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.

Pasal 80
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.

Pasal 81
  1. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
  2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 82
  1. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
  2. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

Pasal 83
Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

Pasal 84
Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak mendapat upah penuh.

Pasal 85
  1. Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.
  2. Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.
  3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
  4. Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar